Korban tewas akibat Topan Yagi di Myanmar telah meningkat menjadi lebih dari 220 orang, dan sekitar 80 orang masih hilang, kata pemerintah militer.
Badai tersebut melanda Vietnam utara, Laos, Thailand dan Myanmar pekan lalu, menewaskan lebih dari 500 orang di seluruh wilayah tersebut, menurut angka resmi.
Bencana ini memicu banjir besar dan tanah longsor di Myanmar, menewaskan sedikitnya 226 orang dan seluruh desa hancur.
Lebih dari setengah juta orang di negara yang dilanda perang ini sangat membutuhkan makanan serta air minum, tempat tinggal dan pakaian, karena ratusan ribu hektar tanaman telah hancur, demikian peringatan PBB.
Negara ini dilanda perang saudara sejak awal tahun 2021, ketika militer merebut kekuasaan setelah menggulingkan pemerintahan yang dipilih secara demokratis. Sejak itu berbagai kelompok perlawanan bersenjata telah melawan junta militer yang berkuasa, menewaskan ribuan orang dan memaksa jutaan orang meninggalkan rumah mereka.
Selama setahun terakhir ini, militer telah kehilangan kendali atas sebagian besar negara, sehingga menciptakan rezim yang tidak stabil.
Informasi mengenai korban jiwa di daerah terpencil serta buruknya komunikasi terlambat terungkap.
Badan tanggap bencana PBB memperkirakan 631.000 orang kehilangan nyawa akibat banjir, jembatan rusak, dan terputusnya jalur komunikasi, yang semuanya sangat menghambat upaya bantuan.
Badan-badan bantuan juga mempunyai sedikit atau bahkan tidak punya akses sama sekali ke banyak wilayah di negara itu, termasuk Negara Bagian Shan, yang paling parah terkena dampak banjir, dan kini sebagian besar dikendalikan oleh tentara pemberontak.
Junta militer yang berkuasa mengeluarkan permohonan bantuan yang jarang terjadi pada akhir pekan, dan negara tetangganya, India, adalah satu-satunya negara yang memberikan tanggapan sejauh ini. Mereka mengirimkan bantuan termasuk makanan, pakaian dan obat-obatan.
PBB menyebut banjir tersebut adalah yang terburuk dalam sejarah Myanmar.
Topan Yagi menewaskan 10 orang di Thailand dan satu di Laos.
Di Vietnam, jumlah korban tewas mencapai 292 orang, dengan 38 orang hilang, lebih dari 230.000 rumah rusak, 280.000 hektar tanaman hancur dan fasilitas manufaktur utama rusak berat, kata para pejabat.