Miliarder Elon Musk baru-baru ini mem-posting ulang tweet yang bereaksi terhadap hal tersebut Majalah Jerman Spiegel laporan ‘Musuh Publik Nomor 2′ dan menyamakannya dengan Hitler. Dalam repostnya, Musk dengan bercanda menulis, “Ya, benar Nazi itu datang! Orang-orang bodoh itu akan meremehkan Goebbels… Saya yakin kata ganti mereka adalah He/Himmler!”—merujuk pada tokoh Nazi terkenal Joseph Goebbels dan Heinrich Himmler.
Dalam postingan ulang tersebut, Naomi Seibtseorang YouTuber Jerman dan komentator politik terlihat membela Musk, menyebut artikel tersebut sebagai ‘instruksi yang disampaikan dengan hati-hati kepada pembaca’ dan berargumen bahwa artikel tersebut menggambarkannya sebagai penjahat.
Musk sendiri pernah bertanya pada rapat umum tersebut, “Musuh bagi apa?”—menantang penggambaran majalah tersebut tentang dirinya sebagai ancaman terhadap elit politik.
Gambar mini artikel majalah Der Spiegel
YouTuber mengatakan bahwa artikel dari Spiegel juga menyinggung beberapa pernyataan kontroversial yang dilontarkan Musk, termasuk kritiknya terhadap pemilu ASyang menurutnya dapat dimanipulasi melalui ‘sabotase mesin pemungutan suara’ atau ‘partisipasi imigran ilegal.’ Laporan tersebut mengklaim bahwa penentangan Musk terhadap “budaya terbangun” dan pandangannya tentang imigrasi berkontribusi pada meningkatnya persepsi tentang dirinya sebagai seorang antagonis politik.
Menurut Naomi, salah satu tuduhan provokatif yang beredar setelah artikel tersebut adalah klaim bahwa Musk menyiratkan keinginannya untuk memperkosa bintang pop Taylor Swift. Tweet tersebut muncul setelah Swift menyatakan dukungannya kepada calon Presiden Kamala Harris. “Baik Taylor… kamu menang… Aku akan memberimu seorang anak dan menjaga kucingmu seumur hidupku,” tulis Musk.
Menurut Seibt, salah satu aspek paling kontroversial dari laporan Spiegel adalah perbandingan implisit antara pengaruh Musk dengan “reich,” sebuah istilah yang secara historis dikaitkan dengan Nazi Jerman. Beberapa orang menafsirkan hal ini sebagai upaya provokatif dan tidak adil untuk menggambarkan Musk sebagai penjahat, sementara yang lain percaya bahwa hal ini mencerminkan kekhawatiran atas perluasan kekuasaan dan pengaruhnya di media dan politik global.
Laporan Spiegel ‘Staatsfeind Nummer zwei’ membahas kebangkitan Musk sebagai sosok yang terpolarisasi, terutama pengaruhnya yang semakin besar di bidang teknologi dan media. Ini mencakup kritiknya terhadap kebijakan pemerintah AS dan perselisihan peraturan serta perilakunya yang blak-blakan di media sosial, khususnya platform X miliknya (sebelumnya Twitter).