Pengadilan tinggi PBB menegaskan yurisdiksi untuk mendengarkan klaim diskriminasi timbal balik kedua negara atas Nagorno-Karabakh.

Mahkamah Internasional (ICJ) telah mengumumkan bahwa mereka memiliki yurisdiksi untuk mendengarkan kasus-kasus berlawanan yang diajukan oleh musuh bebuyutan Armenia dan Azerbaijan.

Pengadilan tinggi PBB mengatakan dalam dua pernyataan terpisah pada hari Selasa bahwa dua kasus anti-diskriminasi yang diajukan satu sama lain oleh negara tetangga Kaukasus tersebut dapat dilanjutkan.

Menyusul perang di wilayah Nagorno-Karabakh pada tahun 2020, kedua belah pihak mengajukan proses pembalasan ke ICJ dalam waktu seminggu pada bulan September 2021. Kedua negara telah memperebutkan wilayah tersebut dalam tiga dekade sejak runtuhnya Uni Soviet.

Armenia menuduh Azerbaijan melanggar Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, yang ditandatangani oleh kedua negara, dan mengklaim terlibat dalam “pembersihan etnis” di wilayah tersebut.

Azerbaijan membantah tuduhan tersebut dan mengajukan tuntutan balik, dengan mengatakan Armenia bersalah seperti yang dituduhkan. Baku juga menuduh Yerevan melakukan ujaran kebencian dan propaganda “rasis”.

Kedua negara bagian meminta pengadilan, yang memutuskan perselisihan antar negara bagian, untuk memerintahkan tindakan perlindungan sementara kasus ini sedang berlangsung.

ICJ mengeluarkan perintah darurat pada bulan Desember 2021, menyerukan kedua belah pihak untuk menahan diri dari menghasut dan mempromosikan kebencian rasial.

Sejak itu, pengadilan telah mempertimbangkan beberapa mosi yang diajukan oleh kedua negara terhadap kasus masing-masing.

Awalnya, mereka menolak semua keberatan yang diajukan Azerbaijan terhadap kasus Armenia. Namun, hal ini membenarkan beberapa keberatan Armenia, sehingga mempersempit cakupan kasus Azerbaijan. Pengadilan memutuskan bahwa mereka hanya dapat mempertimbangkan insiden yang terjadi setelah September 1996 dan mengecualikan analisis dugaan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh Armenia.

Armenia kembali ke ICJ beberapa minggu setelah pasukan Azerbaijan merebut Nagorno-Karabakh pada September 2023, menyebabkan hampir seluruh penduduk etnis Armenia yang berjumlah sekitar 100.000 mengungsi ke Armenia. Pengadilan pada saat itu mengeluarkan tindakan darurat yang memerintahkan Azerbaijan mengizinkan kembalinya etnis Armenia yang meninggalkan daerah kantong tersebut.

Azerbaijan mengatakan pihaknya berkomitmen untuk menjamin keselamatan semua penduduk, terlepas dari asal kebangsaan atau etnisnya, dan tidak memaksa etnis Armenia meninggalkan wilayah tersebut.

Meskipun perintah ICJ bersifat mengikat, pengadilan tidak memiliki mekanisme untuk menegakkannya.

Pengadilan tidak mengatakan pada hari Selasa kapan sidang berikutnya dalam kasus-kasus saingannya akan diadakan.

Keputusan akhir mengenai manfaat kasus-kasus tersebut bisa memakan waktu bertahun-tahun.