Peternakan merupakan komponen penting dalam sistem pangan Afrika dan mata pencaharian pedesaan. Afrika mempunyai sekitar 400 juta sapi, dan sektor peternakan menyumbang 30 hingga 40 persen dari total produk domestik bruto pertanian di seluruh benua.

Daging, susu, dan telur dalam jumlah kecil dapat memberikan manfaat yang mengubah hidup dalam mengatasi malnutrisi, dan hewan ternak juga menyediakan sumber pendapatan yang dapat diandalkan ketika alternatif lain tidak tersedia.

Namun, dari sudut pandang lingkungan, peternakan sering kali hanya dianggap sebagai sebuah masalah, yang berkontribusi terhadap hilangnya habitat, emisi gas rumah kaca, dan degradasi lahan. Pandangan sempit ini kehilangan realitas yang lebih luas. Hal ini juga menjadi alasan mengapa pendanaan yang sangat dibutuhkan tidak diinvestasikan pada sektor ini.

Ketika pertemuan ke-16 konferensi para pihak Konvensi Keanekaragaman Hayati dimulai di Cali, Kolombia dan ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa mempersiapkan Konferensi Perubahan Iklim (COP29) tahun ini dan pertemuan ke-16 para pihak Konvensi untuk Memerangi Desertifikasi, pertemuan tersebut Penting untuk mengatasi kesalahpahaman tentang peternakan.

Dalam konteks kemajuan pembangunan, hewan seperti sapi, kambing, unta, dan babi harus dilihat sebagai “solusi yang tepat” dalam memerangi krisis iklim dan lingkungan yang semakin parah ini dalam skala besar.

Bagi negara-negara seperti Kenya, dimana peternakan sudah menjadi bagian dari mata pencaharian dan budaya, penting bagi pertemuan PBB untuk melihat hewan ternak ini dari sudut pandang kita dan membantu menyalurkan pendanaan iklim dan keanekaragaman hayati ke dalam potensinya sebagai kekuatan untuk kebaikan.

Pertama, bertentangan dengan kepercayaan umum, peternakan bisa menjadi agen yang kuat konservasi keanekaragaman hayati bila dikelola dengan benar. Sistem penggembalaan yang dikelola dengan baik membantu menjaga ekosistem, mengendalikan spesies invasif, dan mendorong regenerasi beragam tumbuhan asli di kawasan yang terdegradasi. Komunitas penggembala di Kenya, dari Maasai hingga Samburu, telah lama memahami hal ini, dengan menggunakan penggembalaan ternak sebagai alat untuk menyeimbangkan ekosistem dan meningkatkan keanekaragaman hayati sekaligus menyediakan sumber pendapatan dan produksi yang penting. hampir 20 persen susu Kenya.

Dan di banyak tempat konservasi, ternak sengaja diintegrasikan ke dalam strategi konservasi satwa liar. Sapi digembalakan secara bergilir, meniru pola alami yang terlihat pada herbivora liar seperti zebra dan rusa. Pendekatan ini membantu mencegah penggembalaan berlebihan, menjaga kesehatan padang rumput, dan mendukung populasi ternak dan satwa liar.

Kedua, dalam kaitannya dengan aksi iklim, peran peternakan sering kali hanya dibatasi pada emisi metana, khususnya pada hewan ruminansia seperti sapi. Namun, potensi kontribusi peternakan terhadap solusi iklim jauh lebih luas, khususnya di wilayah seperti Afrika.

Dalam hal mitigasi, peningkatan pengelolaan lahan penggembalaan dan penerapan praktik pemberian pakan cerdas iklim dapat mengurangi emisi terkait peternakan secara signifikan. Misalnya, mengintegrasikan hijauan yang tahan iklim ke dalam sistem penggembalaan akan meningkatkan produktivitas dan dampak lingkungan.

Selain itu, praktik penggembalaan berkelanjutan dapat memainkan peran penting dalam menurunkan intensitas emisi produksi daging dan susu melalui penyerapan karbon. Rangelands, yang sering dianggap sebagai lahan terlantar, sebenarnya adalah salah satu penyerap karbon terbesar di dunia. Jika dikelola dengan baik, hutan akan menyimpan sejumlah besar karbon di dalam tanah, dan pengelolaan yang tepat dapat memberikan kontribusi sebesar itu 20,92 gigaton mitigasi iklim pada tahun 2050.

Dalam hal adaptasi, peternakan merupakan sumber kehidupan penting bagi masyarakat yang menghadapi peningkatan variabilitas iklim, termasuk di lahan kering dan semi-kering di Kenya. Dengan memindahkan ternak mereka melintasi lanskap sebagai respons terhadap variabilitas curah hujan, para penggembala secara efektif mengelola sumber daya yang langka sekaligus menghindari penggembalaan berlebihan.

Mobilitas adaptif ini, ditambah dengan penggunaan ras ternak asli yang beradaptasi dengan iklim yang keras, memberikan penyangga penting terhadap kekeringan dan tekanan iklim lainnya – terlebih lagi ketika terjadi perubahan iklim. asuransi ternak berbasis indeks tersedia. Sapi Zebu di Afrika Timur, misalnya, lebih siap untuk bertahan hidup dengan makanan yang terbatas dan berkualitas buruk dalam kondisi kering, sehingga menjadikan mereka penting bagi ketahanan iklim di Kenya.

Terakhir, seiring dengan memburuknya krisis degradasi lahan global, semakin jelas bahwa pengelolaan peternakan berkelanjutan dapat menjadi alat untuk restorasi dan rehabilitasi lahan. Antara 25 dan 35 persen lahan penggembalaan di seluruh dunia mengalami degradasi. Jika dibiarkan, hal ini akan menjadi tidak produktif, mengurangi ketahanan pangan dan mendorong masyarakat untuk meninggalkan daerah pedesaan. Sistem peternakan sebenarnya dapat membantu membalikkan keadaan tren ini dengan meningkatkan kesehatan tanah dan meregenerasi bentang alam.

Praktik penggembalaan berkelanjutan, termasuk penggembalaan bergilir dan kepadatan ternak yang terkendali, memungkinkan padang rumput pulih dan mengembalikan kesuburan tanah. Dengan memindahkan ternak secara strategis ke seluruh lahan, praktik-praktik ini mencegah penggembalaan berlebihan dan mendorong pertumbuhan tanaman yang berakar dalam, sehingga menstabilkan tanah dan meningkatkan retensi air. Selain itu, lahan penggembalaan yang sehat mendukung beragam spesies tanaman, melindungi daerah aliran sungai, dan meningkatkan ketahanan ekosistem secara keseluruhan.

Hal ini menimbulkan pertanyaan, jika peternakan sangat penting bagi semua permasalahan lingkungan ini, mengapa sektor ini begitu penting? menerima dana yang sangat sedikit? Pendanaan iklim internasional harus memprioritaskan dukungan terhadap sistem peternakan berkelanjutan, dengan mengakui peran unik sistem ini dalam mengatasi tantangan lingkungan yang luas sekaligus menyediakan pangan, mata pencaharian, dan pertumbuhan ekonomi.

Ternak bukanlah musuh dalam pertarungan ini. Sebaliknya, mereka merupakan bagian integral dari solusi, terutama di wilayah seperti Afrika di mana komunitas penggembala dan peternak bergantung pada mereka untuk bertahan hidup.

Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis dan tidak mencerminkan sikap editorial Al Jazeera.