Protes meletus di Bangladesh bulan lalu ketika para pelajar menuntut diakhirinya sistem kuota yang memberikan 30 persen reservasi pekerjaan di pemerintahan kepada keluarga veteran yang berjuang dalam perjuangan kemerdekaan Bangladesh melawan Pakistan pada tahun 1971. Ketika kekerasan meningkat, pengadilan tertinggi di negara tersebut membatalkan keputusannya. Sistem kuota sebesar 5 persen untuk pekerjaan, 3 persen untuk keluarga veteran, namun protes terus menuntut pertanggungjawaban atas kekerasan yang terjadi.
Pemerintahan Perdana Menteri Sheikh Hasina menyalahkan oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh dan partai moderat Jamaat-e-Islami serta sayap mahasiswanya yang kini dilarang karena menghasut kekerasan, yang juga membakar atau menghancurkan beberapa lembaga milik negara.
Hasina menawarkan untuk berbicara dengan para pemimpin mahasiswa pada hari Sabtu, namun seorang koordinator menolak dan mengumumkan satu poin tuntutan agar dia mengundurkan diri. Protes ini menjadi tantangan besar bagi Hasina, yang telah memerintah negara itu selama 15 tahun dan memenangkan masa jabatan keempat berturut-turut pada bulan Januari dalam pemilu yang diboikot oleh saingan utamanya.